Langsung ke konten utama

lembaga-lembaga pendidikan dalam islam


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang
      Paling kurang ada tiga alasan yang dapat dijadikan dasar mengapa topik tentang pendidikan seharusnya menghasilkan insane akademis berintegritas, sebagai berikut, pertama, bahwa insan akademis berintegrasi sangat dibutuhkan dalam memajukan dan Negara. Hal ini sejalan dengan adanya perubahan paradigma baru dalam mengukur kemajuan suatu bangsa. Kedua, bahwa sejarah kebudayaan dan peradaban islam selama lebih dari tujuh adab ditandai oleh lahirnya sejumlah insan akademis yang berintegritas tinggi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ketiga, bahwa lahirnya insan akademis berintegritas karena keberhasilan dunia pendidikan dalam arti seluas-luasnya, memiliki pola gerakan intelektual yang jelas, serta adanya berbagai faktor yang menjadi pemicunya.
      Makalah ini lebih lanjut akan menjelaskan berbagai macam pendidikan yang pernah ada di dunia isalam serta perannya dalam menghasilkan insan akademis berintegritas, berbagai macam pola gerakan intelektual yang ada dalam islam, serta berbagai faktor yang menjadi pemicu lahirnya gerakan intelektual tersebut.

B.     Rumusan Masalah
      Sehubung dengan luasnya pembahasan, disini kami akan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1.      Apa saja lembaga-lembaga pendidikan dalam sejarah islam?
2.      Bagaimana pola gerakan intelektual dalam islam?
3.      Apa faktor pemicu lahirnya insan akademis yang berintegritas?



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam dalam Sejarah
      Upaya membentuk insan akademis berintegritas telah menjadi komitmen dari seluruh lembaga pendidikan, baik formal, informal maupun nonformal yang melibatkan seluruh komponen lapisan masyarakat. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut antara lain al-Shuffah, masjid, kuttab, al-ribath, al-zawiyah, al-badi’ah, madrasah,al-qushr, bait al-hikmah, bait al-ulama (rumah guru), al-maktabat (perpustakaan) toko buku dan sebagainya.
1.      Al-Shuffah
      Al-Shuffah adalah lembaga pendidikan yang pertama kali didirikan oleh Rasulullah Saw. yang mengajarkan Al-Qur’an, akidah, ibadah, dan praktik akhlak mulia, sehingga ia menjadi seorang muslim yang taat menjalankan ibadah, berakidah, berakhlak dan tanggung jawab sosial.
2.      Mesjid
      Mesjid selain yang dibangun masyarakat dan pemerintah digunakan sebagai tempat ibadah mahdhah (ibadah khusus) dan ibadah social, juga tempat menyelenggarakan pendidikan agama melalui ceramah (tausiyah) dan kajian kitab-kitab klasik dalam bentuk halaqah.
3.      Kuttab
      Kuttab adalah lembaga pendidikan yang dibangun sebagai tempat pengajaran dan pendidikan agama tingkat dasar, seperti baca tulis Al-Qur’an, penanaman akidah, praktik ibadah dan akhlak mulia dalam segala bidang.
4.      Al-Ribath dan al-Zawiyah
      Al-Ribath dan al-Zawiyah adalah lembaga pendidikan yang dibangun oleh para sufi atau guru thariqat untuk menghasilkan manusia yang memiliki kecerdasan moral dan spiritual.
5.      Al-Badi’ah
      Al-Badi’ah adalah lembaga pendidikan yang mengajarkantentang bahasa Arab klasik. Lembaga pendidikan yang digagas oleh Khalifah Malik bin Marwan adalah untuk mendukung pelaksanaan proses Arabisasi. Yaitu memberikan kemampuan berbahasa Arab yang asli dan mempergunakannya untuk mendukung perkembangan budaya dan peradaban, politik, administrasi, ilmu pengetahuan, seni, di samping sebagai bahasa agama dan ibadah.
6.      Madrasah
      Madrasah adalah lembaga pendidikan formal yang dibangun oleh masyarakat dan pemerintah, sebagai pengembangan lebih lanjut dari pendidikan di masjid. Al-Salaby misalnya mengatakan, bahwa didirikannya madrasah adalah karena ilmu pengetahuan baik agama maupun umum semakin berkembang, jumlah siswa semakin banyak dan kebutuhan terhadap sarana prasarana dan lainnya yang semakin berkembang yang kesemuanya ini tidak dapat dipenuhi oleh mesjid dan jika dipaksakan, maka fungsi utama dari masjid yang utama sebagai tempat ibadah menjadi terganggu.[1]
7.      Al-Qushr
      Al-Qushr adalah istana yang dibangun oleh pemerintah yang selain sebagai pusat kegiatan pemerintah/kerajaan juga sebagai tempat mendidik para calon sultan (pangeran-putra mahkota).
8.      Bait al-Hikmah
      Bait al-Hikmah adalah sebagai tempat yang dibangun pemerintah yang fungsinya selain sebagai tempat penerjemahan buku-buku filsafat Yunanio dan lainnya ke dalam bahasa Arab, juga sebagai tempat kegiatan pendidikan dalam bentuk ceramah dan buku.
9.      Bait al-Ulama (rumah guru)
Bait al-Ulama adalah rumah milik pribadi guru yang digunakan sebagai tempat mendidik ilmu agama Islam oleh ulama yang karena sudah sepuh, ia tidak bisa datang lagi ke lembaga pendidikan, maka para siswalah yang mendatangi rumah para ulama’. [2]

10.  Al-Maktabat (perpustakaan)
      Al-Maktabat (perpustakaan) didirikan oleh pemerintah dan masyarakat yang selain berfungsi sebagai tempat menyimpan buku dan tempat membaca, juga sebagai tempat menulis, menyalin dan menyampaikan isi buku oleh penulisnya dalam bentuk bedah buku, selain digunakan sebagai tempat mendapatkan buku yang dibutuhkan dengan membelinya, juga sebagai tempat melakukan bedah buku, ceramah dan sebagainya.
      Informasi sejarah tersebut mengandung beberapa hal sebagai berikut. Pertama, bahwa upaya mencetak insan akademis berintegritas telah menjadi salah komitmen bersama pendapat dukung dari semua pihak. Hal ini terlihat dari berdirinya lembaga-lembaga pendidikan tersebut yang bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Kedua, bahwa jauh sebelum adanya gerakan wajib belajar yang dicanangkan oleh berbagai bangsa di dunia, termasuk bangsa Indonesia, umat Islam ternyata telah lebih dahulu mempeloporynya, dan telah menunjukkan keberhasilannya dengan sangat mengagumkan. Ketiga, bahwa insan akademis berintegritas sebagaimana yang dihasilkan berbagai lembaga pendidikan tersebut selain telah memenuhi kebutuhan akademis, dan juga tuntutan masyarakat.
      Lembaga-lembaga pendidikan tersebut selain menghasilkan manusia yang akademis, yaitu manusia yang berpendidikan yang ditandai dengan sikap gemar membaca, menulis, meneliti, mengemukakan pendapat dengan berdasarkan fakta, objektif, kritis dan terbuka, juga memiliki integritas kepribadian yang kuat.
B.     Pola Gerakan Intelektual dalam Islam
Insan akademik berintegritas sebagaimana tersebut di atas dalam realitasnya mengambil bentuk pola gerakan intelektual yang beragama. Berdasarkan penelusuran sejarah yang terjadi sejak zaman klasik (abad ke-7 s.d 13 M), zaman pertengahan (abad ke- 14 s.d 18 M), zaman modern abad (ke- 18 s.d 20 M), dan zaman postmodern (abad ke- 21dan seterusnya) paling kurang dijumpai empat model pola gerakan intelektual dalam islam. Empat model pola gerakan intelektual ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1.      Pola gerakan intelektual bersifat integrated
      Yaitu pola gerakan yang didasarkan pada integritas antara dimensi fisik dan metafisik, dimensi lahir dan batin, dimensi fisik, pancaindra akal, hati nurani, intuisi dan wahyu, dimensi dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, material dan spiritual. Yaitu pandangan yang berdasarkan sifat dan karakteristik ajaran Al-Qur’an dan al-Sunnah yang tidak mengenal pemisahan antara berbagai urusan tersebut. Keimanan kepada Tuhan yang bersifat batin dan menggunakan indra batiniah adalah sebuah realitas objektif dan menjadi bagian integraldari ketuhanan manusia. Indra batin itulah yang digunakan untuk memahami dan menghayati nilai-nilai spiritual dan ajaran tentang keimanan. Indra batin inilah yang diberikan Tuhan untuk membantu indra fisik dan akal manusia dalam memahami berbagai hal yang berbeda di luar jangkauannya. Keimanan itulah yang selanjutnya menjadi energy positif yang menggerakkan orang untuk semakin meyakini adanya hal-hal yang metafisis dengan cara memahami hokum-hukum Tuhan yang bersifat metafisik yang terdapat dalam berbagai fenomena social, fenomena alam dan berbagai hal lainnya.
      Para insan akademis di zaman klasik menggunakan pola gerakan intelektualnya itu bertolakan dari pemahaman yang utuh tentang manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya. Mereka memadukan antara yang empiris, spekulatif, metafisik, dan batiniah secara bersamaan.
2.      Pola gerakan intelektual bersifat separated dan dikotomis
      Pola gerakan intelektual bersifat separated dan dikotomis yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Mengikuti metode kajian yang telah dibangun oleh para ulama di zaman klasik dengan sedikit penambahan, pengurangan dan pengembangan.
b.      Para ulama di zaman pertengahan pada umumnya lebih mengkonsentrasikanpemikiran intelektualnya pada bidang ilmu agama Islam yang mengambil pola  Ulim al-Din. Yaitu pola yang melihat ilmu agama (Al-Qur’an/Tafsir, Hadits, Kalam, Fiqih, Filsafat, Tasawuf dan Sejarah Kebudayaan Islam) sebagai yang berdiri sendiri-sendiri,bahkan terkadang saling bertentangan, serta tidak diintegrasikan dengan ilmu pengetahuan umum (ilmu social, sains, seni dan sebagainya)
3.      Pola gerakan intelektual di zaman modern
Pola gerakan ini di tandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Menganggap bahwa ilmu-ilmu keislaman yang ada sekarang adalah sebagai hasil ijtihad yang belum final, dan karena perlu dilakukan reinterpretasi, reformulasi, reaktualisasi, dan rekontekstualisasi, sehingga ilmu tersebut memiliki daya relevasi dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
b.      Menerima pendapat lama yang masih sesuai dan mengambil pendapat baru yang lebih sesuai lagi dengan zaman.
c.       Menganggap bahwa ilmu-ilmu keislaman yang ada sekarang sebagai sejajar, yakni sebagai sama-sama hasil ijtihad yang di samping memiliki kelebihan juga mengandung kelemahan.
      Dengan demikian pola gerakan intelektual di zaman modern ini mengambil bentuk al-fikr al- Islami, yakni masih berkonsentrasi pada gerakan intelektual di bidang ilmu agama, dengan menghargai dan mendorong umat islam untuk melengkapi diri dengan berbagai disiplin ilmu lainnya guna memahami ajaran Islam secara objektif, utuh dan komprehensif. Dengan pola gerakan intelektual yang terjadi di zaman modern ini dihasilkan sosok ulama yang intelek dan intelek yang ulama.
4.      Pola gerakan intelektual terjadi di zaman postmodern
      Hal ini ditandai dengan adanya fenomena saling mendekatnya dan saling bergantungnya sebuah ilmu dengan ilmu lainnya dalam konteks pemecahan masalah yang dihadapinya.  Selain itu pola gerakan intelektual yang terjadi di zaman postmodern ini juga ditandai oleh sebuah keharusan agar setiap ilmu pengetahuan memberikan kontribusi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pola kajian ilmu pendidikan islam pada zaman postmodern ini sudah mengambil bentuk Islamic Studies, yaitu sebuah kajian yang bersifat rekonstruksionis, integrated dan multi approaches[3]
      Seorang insan akademis yang berintegrasitas selain memahami berbagai perkembangan pola gerakan intelektual sebagaimana tersebut dijelaskan di atas, juga senantiasa berupaya mencari pendekatan dan metode baru dalam mengemukakan berbagai disiplin ilmu sesuai dengan perkembangan zaman, serta dengan tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan al-Sunnah.
C.     Berbagai Faktor Pemicu Lahirnya Insan Akademis yang Berintegritas
      Keberanian untuk memproduk pemikiran inovatif, original dan benar-benar aktual dan baru, amat jarang ditemukan. Para peneliti telah mencari sebab-sebab yang menimbulkan keadaan yang demikian itu. Hasilnya adalah, kareba adanya anggapan bahwa ilmu-ilmu agama yang disusun para ulama itu sudah final, para ulama masa lalu yang menyusun berbagai macam ilmu tersebut adalah insan akademis yang berintegritas yang kapasitas dan bobot intelektualnya sudah mumpuni, dan sikap moral dan integritas ulama ilmiah dan kepribadiannya sangat utuh dan kokoh. Sedangkan generasi atau ulama yang datang belakang ini dinilainya sebagai yang jauh di bawah standar yang dimiliki para ulama masa lalu itu. Oleh sebab itu, kapasitas generasi yang datang belakangan ini dianggap belum sebanding gengan kapasitas ulama dan ilmuan masa lalu.
      Sebab lainnya, adalah karena umat Islam di masa sekarang lebih berorientasi pada produk dan bukan pada proses. Dengan orientasi produk ini, maka tugas generasi sekarang ini hanya membaca, mengetahui, memahami, dan menyimpannya dalam hafalan atau tulisan. Dengan demikian, ilmu tersebut tidak berkembang. Sedangkan dengan orientasi proses, para ulama menganggap, bahwa ilmu pengetahuan itu sebagai sesuatu yang belum selesai. Ilmu-ilmu tersebut terus berekspansi menuju kepada kesempurnaannya dalam batasan yang tidak pernah selesai (nefer anding process).
      Upaya pengembangan ilmu-ilmu ini pada tahap selanjutnya mengharuskan adanya sejumblah faktor pendukung. Hasil penelitian para ahli menyebutkan secara garis besar ada dua faktor yang menjadi pemicu gerakan intelektual.
1.      Faktor internal
      Faktor internal yaitu, faktor yang ada pada islam itu sendiri. Dalam hal ini faktor ajaran Islam sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an dan al-Hadits yang sangat mendorong mengembangkan ilmu pengetahuan melalui riset bayani (ijtihad) yang menghasilkan ilmu agama, riset burhani yang menghasilkan ilmu sosisal, riset ijbari yang mengahasilkan ilmu natural (sains) dan terapan, riset jadali yang menghasilkan filsafat dan riset irfani yang menghasilkan tasawuf.
2.      Faktor eksternal
      Faktor eksternal yang meliputi lingkungan geografis Negara Islam yang memiliki warisan budaya budaya Yunani dan Persia, kebutuhan prakmatis untuk kepentingan membangun daulat Islamiyah, ekonomi masyarakat yang makin sejahtera, situasi keamanan dan politik yang stabil, asimilasi budaya ilmiah, dukungan penguasa, serta tradisi ilmiah. Yaitu tradisi membaca, menulis, meneliti, rihlah ilmiah (berkenaan mencari ilmu), munadzarah (berdebat), menerjemah, menyalin, mensyarah, mengoleksi buku, membangun lembaga pendidikan, observatorium, dan penghargaan kepada para ulama dan ilmuan[4]
      Faktor-faktor yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perdebatan sebagaimana tersebut di atas, tampak sudah mulai memudar, bahkan sudah diabaikan. Dengan demikian, yang terjadi dalam kehidupan para ulama da ilmuwan Islam adalah memelihara atau mewarisi khazanah ilmiah yang ditinggalkan ulama masa lalu saja, tanpa mau berusaha untuk melakukan inovasi, improvisasi dan mendapatkan temuan baru.






        [1] Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, (terj.) dari judul asli Tarikh al_Tarbiyah al-Islamiyah, (Mesir: Dar al-Kutub, 1412/1985), cet. I, hlm. 60.
        [2] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), cet. I, hlm. 21-60.
        [3] Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. I, hlm. 78-79.
        [4] Al-Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011) cet. I, hlm. 67-68

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hakikat ilmu

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar belakang Manusia adalah makhluk yang dikaruniai keutamaan oleh Allah swt dibandingkan makhluk ciptaannya yang lain. Keutamaan manusia terletak pada kemampuan akal pikirannya / kecerdasannya. Dengan kemampuannya ini manusia mampu mengembangkan diri dalam kehidupan yang semakin berkembang. Pengembangan diri untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan memerlukan apa yang kita sebut dengan pendidikan. Pendidikan sudah ada sejak adanya peradaban yang diawali dengan proses kependidikan dalam lingkup yang masih terbatas. Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad Saw demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Illahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Pada makalah ini kami akan membahas hakikat ilmu menurut Al-qua’an dan Hadits yang berkenaan dengan hakikat ilmu. B.      Rumusan Masalah Sehubung dengan luas

psikologi belajar teori-teori dalam belajar

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR     “Teori-teori dalam Belajar” Dosen Pengampu  : Muslimah S.Pd.I M.Pd.I   \ Disusun Oleh Kelompok IV 1.         M Zacky Devitson                 15.11.1957 2.         Lukluk Hidayah                    15.11.1953 3.         Edo Gustanto Putra               15.11.1925  Semester / Jurusan  : IV  PAI A SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)  AN-NADWAH KUALA TUNGKAL TAHUN AKADEMIK 2017 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi nikmat terbesar pada kita, yaitu nikmat iman dan islam. Shalawat serta salam kita curahkan untuk Nabi kita Muhammad SAW yang telah menebarkan dan mendakwahkan islam ini kesegenap penjuru dunia , dan dari alam yang gelap gulita sampailah kepada alam yang terang benerang seperti yang kita rasakan saat ini. Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya. Makalah ini disusun un

administrasi sarana dan perasarana dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Administrasi sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan, sebagai seorang personal pendidikan kita dituntut untuk menguasi dan memahami administrasi sarana dan prasarana, untuk meningkatkan daya kerja yang efektif dan efisien serta mampu menghargai etika kerja sesama personal pendidikan, sehingga akan tercipta keserasian, kenyamanan yang dapat menimbulkan kebanggaan dan rasa memiliki baik dari warga sekolah maupun warga masyarakat sekitarnya. Lingkungan pendidikan akan bersifat positif atau negatif itu tergantung pada pemeliharaan administrasi sarana dan prasarana itu sendiri. Terbatasnya pengetahuan dari personal tata usaha sekolah akan administrasi sarana dan prasarana pendidikan, serta kurangnya minat dari mereka untuk mengetahui dan memahaminya dengan sungguh sungguh, maka dari itu kami menyusun makalah ini. B.        Rumusan Masalah 1.         Apa Penger