BAB
I
Pembukaan
A. Latar
Belakang
Indonesia semakin hari kualitasnya
makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan
di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10
dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah
dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak
kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan
yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu
harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para
pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan
pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih
parah lagi, pendidikan tidak mampu
menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta
dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya
pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,
padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan.
Berdasarkan analisa dari badan pendidikan
dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari
14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri
agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu.
Sedangkan untuk kemampuan
membaca, Indonesia berada pada
peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality,
kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga
kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk
membahas lebih dalam mengenai pendidikan di
Indonesia dan segala dinamikanya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas
dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam pendidikan yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa masalah dalam penulisan makalah dengan
“Pendidikan di Indonesia, visi terhadap pendidikan di Indonesia, Ciri-ciri
Pendidikan di Indonesia pendidikan di Indonesia, Kualitas Pendidikan di
Indonesia, Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia dan Solusi
Pendidikan di Indonesia
C. Tujuan
Untuk perbaikan makalah Mata Kuliah “Ilmu
Pendidikan”
BAB II
Pembahasan
A. Pedidikan di Indonesia
Menurut
UU No 2 Tahun 1989, pasal 1, ayat (1), “Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiata bimbingan, pengajaran dan latihan bagi
peranannya di masa yang akan dating”.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia usaha adalah kegiaatan dengan mengerahkan tenaga,
pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud pekerjaan (pebuatan, prakarsa,
ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu.Sedangkan sadar adalah insyaf,
yakni merasa tahu dan mengerti.Jasi usaha sadar adalah kegiatan atau pekerjaan
dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud,
yang diinsyafi, diyakini, dihayati dan dipahami oleh orang yang melakukannya.
Dengan
demikian pendidikan sebagai usaha sadar merupakan kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan menggerakkan kemampuan jiwa
dan raganya, yang didorong oleh adanya niat baik ingin membantu pihak lain agar
dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang
ada dalam dirinya. Adanya pengerahan tenaga dan pikiran serta niat baik ingin
membantu pihak lain , akan Nampak dalam bentuk atau cara melaksanakan usaha
sadar yang dilakukan dalam pendidikan.
Sehubung
dengan bimbingan, penjelasan umum UU No 2 Tahun 1989 antara lain menyatakan
sebagai berikut:”perluasan pengertian ini (dari satu system pengajaran nasional
menjadi satu system pendidikan nasional) memungkinkan undang-undang ini tidak
membatasi perhatian pada pengajaran saja, melainkan juga memperhatikan
unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian manusia
Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa Indonesia, suatu bangsa
yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan
dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur,…”. Penjelasan ini
menyiratkan perlunya kegiatan
bimbingan
sebagai salah satu unsur dalam kegiatan pendidikan disamping pengajaran, yang
tertuju pada pertumbuhan kepribadian manusia Indonesia yang dapat memainkan
peranannya secara tepat dimasa yang akan dating dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.[1]
Pendidikan
merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat dan juga pemerintan. Pendidikan
kewarganegaraan dan unsur-unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa,
semangat dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda, dilanjutkan dan semakin
ditingkatkan di semua jenis dan jenjang pendidikan mulai TK sampai dengan
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.[2]
Jadi pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur
maupun tidak terstruktur.Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi
tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia
(Kemdikbud), dahulu bernama Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Depdiknas). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar
selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan
di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.[3]
B. Visi terhadap pendidikan di Indonesia
Pendidikan
merupakan persoalan asasi bagi manusia. Manusia sebagai makhluk yang dapat
dididik dan harus dididik akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan proses
pendidikan yang dialaminya. Sejak kelahirannya, manusia telah memiliki potensi
dasar yang universal, berupa
1. Kemampuan untuk membedakan antara yang
baik dan yang buruk (moral identity)
2. Kemampuan dan kebebasan untuk
mengembangkan diri sendiri sesuai dengan pembawaan dan cita-citanya (individual
identity)
3. Kemampuan untuk berhubungan dan kerja
sama dengan orang lain (social identity)
4. Adanya cirri-ciri khas yang mampu
membedakan dirinya dengan orang lain (individual difference)
Usaha
dan tujuan pendidikan dilandasi oleh pandangan hidup orang tua, lembaga-lembaga
penyelenggara pendidikan, masyarakat dan bangsanya.Manusia Indonesia, warga
masyarakat dan warga Negara yang lengkap dan utuh harus dipersiapkan sejak anak
masih kecil dengan upaya pendidikan.Tujuan pendidikan diabdikan untuk
kebahagiaan individu, keselamatan masyarakat, dan kepentingan Negara.
Pandangan
hidup bangsa menjadi norma pendidikan nasional keseluruhan. Seperti diketahui
bahwa kehidupan ini selalu mengalami perubahan, tujuan pembangunan bangsa
mengalami pergeseran dan peningkatan serta perubahan sesuai dengan waktu,
keadaan dan kondidinya.
Dengan
demikian, pandangan dan harapan orang tua terhadap pendidikan sekarang dapat
berbeda dengan pandangan orang terhadap pendidikan masa lampau atau waktu yang
akan dating. Perbedaan pndangan ini erat hubungannya kalau tidak justru harus
disebut berdasar atas falsafah mengenai manusia dan kemanusiaan pda zamannya
masing-masing.[4]
C. Ciri-ciri pendidikan di Indonesia
Cara
melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan
pendidikan di Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang terdapat
dalam pembukaan UUD 1945.Sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah
pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Sesuai
dengan ciri pendidikan di Indonesia, salah satunya aspek ketuhanan yang sudah
dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di
sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di
masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar
agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya.
Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para
siswa/mahasiswa.
Pengembangan
pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari.Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
D. Kualitas pendidikan di Indonesia
Menurut
Tilaar (2006:69) beberapa era perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia
dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Era colonial
Pada
masa ini pendidikan rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar
penguasa colonial.Namun demikian, pendidikan yang terbatas yang diberikan
kepada rakyat di dalam sekolah-sekolah kelas 2 atau angko loro tidak dapat
diragukan mutunya. Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas
pendidikan rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak
memperoleh pendidikan, namun demikian apa yang telah dimiliki oleh sekelompok
masyarakat Indonesia memperoleh pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5
tahun, telah juga menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan
pemimpin-pemimpin gerakan nasional.[5]
2. Era orde lama
Pada
masa orde lama sudah dikenal juga mengenai upaya untuk meningkatkan ujian-ujian
Negara yang terpusat.Ujian-ujian Negara yang terpusat masih mengikuti system
colonial yang serba ketat tetap jujur dan mempertahankan kualitas. System yang
ketat digunakan, asing dari pengukuran performance hanya semata-mata dari test
multiple choice tetapi ditekankan kepada kemampuan menganalisis secara rasional
serta ujian-ujian lisan merupakan unsur yang penting didalam ujian waktu itu,
olh sebab itu pula para iswa bukanlah sebuah objek dari suatu proyek nasional
tetapi didiring oleh keinginan untuk mempertahankan kualitas. Barangkali hal
ini dapat terjadi karena jumlah sekolah maupun siswa masih tebatas,
dibandingkan dewasa ini.Demikian pula para guru masih kebanyakan merupakan guru-guru
yang ditempa pada masa kolonial.Disiplin siswa dipegang dengan cukup kuat dan
korops pendidikan belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang
ideal.Citra guru sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang diciptakan dalam era
Orde Baru sebenarnya telah berkembang pada era kolonial dan dilanjutkan dalam
era Orde Baru.[6]
3. Era Orde Baru
Dalam
era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional.Tentu terdapat hal-hal yang
positif di dalam pengembangan pendidikan nasional dalam era ini.Utnuk
pendidikan dasar dan menengah khususnya pendidikan dasar terjadi suatu lonjakan
yang sangat signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar adalah kuantitas
dan belum kualitas.Selain dari pada itu system ujian Negara telah berubah menjadi
suatu boomerang yaitu ditentukan sendiri oleh setiap daerah.Akibatnya ialah
tidak ada siswa yang tidak lulus dalam ujian Negara atau EBTANAS.EBTANAS telah
merupakan suatu pembohongan diri sendiri dalam masyarakat. Apabila pada masa
Orde Lama pendidikan telah dimulai dijadikan sebagai indicator palsu mengenai
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan. Perlu kiranya selama lima REPELITA
yang ditekankan ialah pengembangan ekonomi sebagai salah satu trilogy
pembanguna pada waktu itu ialah pembangunan ekonomi, stabilitas kehidupan politik
dan pemerataan.[7]
4. Era Reformasi
Era
Reformasi yang dimulai sejak 1998 merupakan suatu era transisi dengan tumbuhnya
proses demokratisai dalam masyarakat Indonesia. Proses demokratisasi juga
memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-undang
N0.20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional. Undang-undang telah
menangkap perubahan-perubahan yang dikehendaki dalam masyarakat Indonesia
dewasa ini yaitu: 1) desentralisasi system pendidikan dari system yang sentralistis
menjadi suatu system desentralistis. Pendidikan bukan lagi tanggung jawab
pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab daerah.Sebagaimana
yang diatur didalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada ditangan pemerintah pusat.
Perubahan system yang sentralistis ke desentralistis tentu mempunyai
konsekuensi-konsekuensi yang jauh didalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Memang kita masih dalam masa transisi, banyak hal yang masih harus diatur
seperti yang diminta oleh Undang-undang No.20 Taun 2003.Banyak PP yang mengatur
mengenai wewenang daerah belum dilahirkan.Demikian pula yang sangat serius
adalah komitmen dan kemampuan daerah untuk menyelenggaraan pendidikan bagi
rakyatnya. Dapat dibayangkan bagaimana pendidikan nasional kita diletakkan
kepada lebih dari 300 kabupaten dan kota
serta pada lebih dari 30 provinsi. 2) sesuai tuntutan globalisai Indonesia
tidak terlepas dari kewajibannya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusianya
dalam menhadapi persaingan bebas dalam dunia yang terbuka pada abad ke-21.[8]
Seperti yang telah kita ketahui,
kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi perhatian.Hal ini terlihat dari
banyaknya kendala yang mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia.Sehingga perlu diteliti dan dicermati agar kelak bangsa Indonesia
dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan lancar dan dapat bersaing di Era
Globalisasi.
Beberapa pendapat para ahli
pendidikan tentang kendala peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu:
1. Menurut
Soedijarto (1991: 56), bahwa rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di samping
disebabkan oleh karena pemberian peranan yang kurang proporsional terhadap
sekolah, kurang memadainya perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan sistem
kurikulum, dan penggunaan prestasi hasil belajar secara kognitif sebagai
satu-satunya indikator keberhasilan pendidikan, juga disebabkan karena sistem
evaluasi tidak secara berencana didudukkan sebagai alat pendidikan dan bagian
terpadu dari system kurikulum.
2. Secara
umum, Edward Sallis (1984) dalam Total Quality Management in Education
menyebutkan, kondisi yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dapat
berasal dari berbagai macam sumber, yaitu miskinnya perancangan kurikulum,
ketidak cocokan pengelolaan gedung, lingkungan kerja yang tidak kondusif,
ketidaksesuaian system dan prosedur (manajemen), tidak cukupnya jam pelajaran,
kurangnya sumber daya, dan pengadaan staf (Syafaruddin, 2002: 14).
3. Sedangkan
menurut laporan Bank Dunia dalam Mulyasa (2002: 12-13), terdapat empat faktor
yang diidentifikasi menjadi kendala mutu atau mutu pendidikan di Indonesia,
yaitu:
4. Kompleksitas pengorganisasian pendidikan antara
Depdiknas(bertanggung jawab dalam hal materi pendidikan, evaluasi buku teks dan
kelayakan bahan-bahan ajar) dan Depagri dalam bidang (ketenagaan, sumber daya
material, dan sumber daya lainnya). Di samping itu, Departemen Agama bertanggung jawab dalam
membina dan mengawasi sekolah-sekolah keagamaan negeri maupun swasta. Dualisme
ini berakibat fatal karena rancunya pembagian tanggung jawab dan peranan
manajerial, keterlambatan dan terpilahnya system pembiayaan, serta perebutan
kewenangan atas guru.
5. Praktik manajemen yang sentralistik pada tingkat
SLTP.
Pembiayaan dan perencanaan oleh pemerintah pusat yang melibatkan banyak
departemen. Hal ini menghambat pencapaiaan tujuan wajib belajar pendidikan
dasar.
6. Praktik penganggaran yang terpecah dan kaku. Kompleksitas organisasi yang
menyiapkan anggaran pembangunan menjadi rumitnya pengelolaan pendidikan.
Bappenas, Depdiknas, dan Depagri, termasuk Depag, dalam menyiapkan anggaran
pendidikan. Akibatnya, hal ini menimbulkan dampak negatif, yaitu tidak adanya
tanggung jawab yang jelas antar unit, tidak ada evaluasi reguler terhadap
kebutuhan riil, dan tidak ada jaminan dana yang dialokasikan secara benar dan
merata.
7. Manajemen sekolah yang tidak efektif. Sebagai pelaku utama, kepala
sekolah banyak yang kurang mampu melakukan peningkatan mutu sekolahnya karena
tidak dilengkapi dengan kemampuan kepemimpinan dan manajerial yang baik.
Pelatihan yang kurang dan rekruitmen kepala sekolah yang belum didasarkan atas
kemampuan memimpin dan profesionalitas.[9]
Pendidikan
menjadi suatu aktivtas yang merupakan prose situ banyak di jumpai problema yang
merupakan pemikiran pemecahannya. Problematika yang menyangkut proses
pendidikan menyangkut 5 W dan 1 H, yaitu : who (siapa), why (mengapa), where
(di mana), when (bilamana/kapan), what (apa), how (bagaimana).
1. Problematika
WHO
Dalam dunia pendidikan, problematika
Who adalah masalah pendidikan (subjek) yangmelaksanakan aktivitas pendidikan
dan masalah anak didik (objek) yang dikenai sebagai sasaran aktivitas
pendidikan.
a. Problem
Pendidikan
Masalah
yang berkaitan dengan pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, di sekolah
mau pun di masyarakat cukup banyak sekali. Problem-problem itu akn menjadi
penghambat apabila tidak mendapatkan pemecahan antara lain :
1) Problem
kemampuan ekonomi
2) Problem
kemampuan pengetahuan dan pengalaman
3) Problem
kemampuan skill
4) Problem
kewibawaan
5) Problem
kepribadian
6) Problem
ittiud (sikap)
7) Problem
sifat
8) Problem
kebijaksaan
9) Problem
kerajinan
10) Problem
tanggung jawab
11) Problem
kesehatan dan sebagainya
b. Problem
anak didik.
Problem yang berkaitan dengan anak
didik juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan, dipikirkan dan
dipecahkan, karena anak didik adalah pihak yang digarap untuk dijadikan manusia
yang diharapkan,baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Adapun
problem-problem yang ada pada pihak anak didik antara lain:
1) Problem
kemampuan ekonomi keluarga
2) Problem
inteligensi
3) Problem
bakat dan minat
4) Problem
pertumbuhan dan perkembangan
5) Problem
kepribadian
6) Problem
sikap
7) Problem
sifat
8) Problem
kerajinan dan ketekunan
9) Problem
pergaulan
10) Problem
kesehatan.
2. Problematika
WHY
Dalam proses pendidikan, tidak semua
pelaksanaan bias belarjalan dengan lancar, tetapi akan di jumpai
rintangan-rintangan dan hambatan-hambatan. Kesulitan-kesulitan tersebut bias
terdapat di semua faktor pendidikan yang menghambat semua jalannya proses pendidikan.
Seperti mengapa :
a. Mengapa
anak-anak sulit bekerja sama sesama mereka.
b. Mengapa
masyarakat tidak menghargai jasa guru yang mendidik putra-putra mereka.
c. Mengapa
masyarakat sulit dimintai sumbangan tenaga, pikiran dan dana dalam pembangunan
perasarana, pendidikan untuk kepentingan anak-anak mereka.
d. Mengapa
orang tua anak-anak menghalangi kegiatan ekstra kulikuler putra-putranya.
e. Mengapa
pejabat setempat mengizinkan pabrik disebelah sekolah yang mengganggu jalannya
proses belajar mengajar.
f. Mengapa
droping buku-bukun paket tidak sampai/selalu terlambat datang kesekolah.
g. Mengapa
terjadi kasus amoral dikalangan guru/murid/orang tua anak.
Dan banyak lagi hal-hal yang menjadi hambatan pelaksanaan
pendidikan, yang memerlukan jalan keluar dari kesulitan-kesulitan.
3. Problematika
WHERE
Ada tiga tempat pendidikan, yaitu di
keluarga, sekolah dan masyarakat. System pendidikan`pada masing-masing tempat
tersebut tidak sama dan metodenya berbeda. Lokasi dari pada letak tempat
pendidikan pin mempengaruhui bagi jalannya pendidikan, seperti di desa dengan
di kota, di masyarakat religious dengan di masyarakat heterogen pemeluk
agamanya.
Problem pendidkan keluargaa sebagai
tempat pendidikan murid-murid, bila letak sekolah itu di tengah-tengah
lingkungan yang tidak menguntungkan, juga akan menjadi problema.
Apabila tempat pendidikan itu di
masyarakat, yang menjadi problem tempat di masyarakat itu bertentangan dengan
norma-norma agama atau norma-norma pancasila. Pengaruh lingkungan bagi anak
adalah memang besar sekali, sehingga besar pula problem yang timbul bila tempat
keluarga atau sekolah yang berusaha menanamkan norma-norma yang luhur tetapi
lingkungannya tidak menguntungkan. Seperti di daerah Demak, ada sekolah yang
letaknya berdampingan dengan “Kandang kebo” tempat para WTS menjajakan dirinya.
4.
Problematika WHEN
Problem when (bilamana/kapan) banyak
banyak menyangkut tentang timing penyampaian sesuatu kepada anak didik,
sehingga akan timbul beberapa pertanyaan yaitu::
a. Kapan
sesuatu materi itu disampaikan
b. Kapan
sesuatu hukum itu dijatuhkan
c. Kapan
sesuatu pengajaran itu diberikan
d. Kapan
sesuatu kewajiban itu dibebankan
e. Kapan
sesuatu perintah itu dilaksanakan
Masalah when (kapan) tidak hanya
berkenaan dengan sesuatu yang diberikan, tetapi juga berkenaan dengan usia
anak, seperti :
a. Pada
usia berapa anak mulai didik
b. Pada
usia berapa pendidikan berakhir
Anak dari segi pertumbuhan dan
perkembangan mengalami perubahan dengan standar priodesasi usia, baik usia
kronologis, psikologis, biologis, kejasmanian, pengalaman dan sebagainya. Yang
menjadi problem lagi adalah berkenaan dengan anak yang kurang normal
pikirannya, sedang dirundung malang angat perasa, sangat acuh dan sebagainya.
5. Problematika
WHAT
Problem what (apa) menyangkut dasar,
tujuan, bahan/materi, sarana, prasarana dan media. Bagi bangsa Indonesia
tidaklah menjadi problem tetapi bila berkenaan dengan agama dan aliran, maka
pendidikan perlu berhati-hati.
Masalah agama/aliran adalah masalah
rawan dan oleh karenanya pimpinan sekolah atau guru agama tidak boleh main
paksa kepada anak untuk terus mengikuti pelajaran agama yang bukan fahamnya si
anak.
Masalah bahan/materi erat
hubungannya dengan kurikulum, silabi dan SAP. Apakah kurikulum silabi dan SAP
tidak sesuai dengan situasi saat itu dan kondisi anak? Perubahan system
pendidikan secara otomatis juga mempengaruhi perubahan kurikulum, silabi dan
SAP. Apabila kurikulum selalu berubah, maka pendidikan dan anak didik di
sekolah akan terombang-ambing.
Masalah sarana adalah bila tidak
ada/tidak lengkap sarana pendidikan yang hal ini akan mengganggu jalannya
pendidikan, seperti kursi kurang, buku kurang dan sebagainya. Masalah sarana
pendidikan di beberapa daerah ada yang tidak memenuhi syarat sebagai tempat belajar mengajar. Seperti di suatu daerah ada
yang tidak punya/kekurangan gedung sekolah atau ada sekolah tetapi
membahayakan.
Jadi apa jadinya, meskipun dasar dan
tujuan pendidikan jelas, tetapi materi kurang tepat atau kekurangan sarana atau
tidak terpenuhinya persyaratan prasarana atau tidak adanya media.
6. Problematika
HOW
Masalah How (bagaimana) berkenaan
dengan cara/metode yang digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik mempunyai
sifat dan bakat yang berbeda-beda. Pendidikan harus mengakui adanya perbedaan
tersebut.[10]
E.
Penyebab rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia
Salah
satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu: rendahnya
kualitas guru. Keadaan guru di Indonesia masih menjadi perhatian.Kebanyakan
guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian
masyarakat.
Rendahnya
kualitas guru disebabkan oleh guru atau pengajar yang mengajar tidak pada
kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang
bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya.
Hal tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di
lapangan yang sebenarnya. Hal lain adalah pendidik yang kurang inovasi dan
kurang kreatif dalam pembelajaran yang tidak dapat mengomunikasikan bahan
pengajaran dengan baik, sehingga tidak mudah dimengerti dan membuat tertarik
peserta didik.[11]
Adapun penyebab rendahnya mutu
pendidikan di negara kita adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya
kualitas pendidik atau pengajar. Pendidik seharusnya seharusnya harus mempunyai
motivasi untuk memperbaharui keilmuannya dengan lebih banyak membaca dari media
tulis maupun dari media elektronik.Maka tidak heran bila guru senior ilmunya
ketinggalan oleh guru muda atau guru yang lebih muda, baik usianya maupun
pengalaman kerjanya. Jadi bagaiman kulitas pendidikan akan meningkat bila
gurunya enggan membaca.
2. Kurangnya
sarana dan prasarana belajar. Guru sebagai pendidik dituntut harus selalu
menggunakan alat peraga untuk setiap melaksanakan KBM. Mungkin bisa diatasi
dengan membuat alat peraga sederhana, tapi tidak semua guru bisa membuat alat
peraga.Jadi alangkah baiknya bila pemerintah yang menyediakan alat peraga semua
mata pelajaran berikut petunjuk pemakaiannya.Juga terbatasnya buku sumber dan
buku penunjang pembelajaran baik bagi siswa maupun bagi guru turut andil dalam
rendahnya mutu pendidikan.
3. Kurang
relevannya kurikulum yang dibuat pemerintah khususnya untuk daerah terpencil
atau daerah pedesaan. Karena biasanya sebelum kurikulum itu diberlakukan diuji
cobanya selalu di daerah perkotaan saja, tidak pernah di uji coba di daerah
terpencil atau di pedesaan.Seharusnya kurikulum itu diuji coba juga di pedesaan
terpencil selain di perkotaan sebagai pembanding.Baru dianalisis kelebihan dan
kekurangannya.
4. Kurang
pedulinya pihak orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya khususnya di daerah
pedesaan. Seharusnya orang tua siswa sepenuhnya membebankan pendidikan anaknya
terhadap guru, karena guru mendidik anak hanya sekitar 5 – 7 jam di sekolah.
Orang tua siswa harus memperhatikan anaknya di rumah, tanyakan apakah ada PR
tidak ? Kalau ada PR suruh dikerjakan bila perlu dan bisa alangkah baiknya bila
orang tua membimbing anaknya dalam membuat PR. Bila tidak ada PR tetap anak
disuruh belajar walau besoknya tidak ada ulangan atau tes formatip maupun
sumatif.
5. Siswa
kurang motivasi dalam belajar, bila hal ini terjadi ini adalah tugas bersama
yaitu guru dan orang tua untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi siswa
dalam belajaran. Beri pengertian dengan bahasa sederhana dan komunikatif
pentingnya belajar untuk bekal hidup dan masa depan sebagai jembatan untuk
menuju cita-cita.[12]
F. Solusi pendidikan di Indonesia
Guru sangat memiliki peran dalam dunia pendidikan. Ruh
pendidikan sesungguhnya terletak dipundak guru. Bahkan, baik buruknya atau
berhasil tidaknya pendidikan hakikatnya ada di tangan guru. Sebab, sosok guru
memiliki peranan yang strategis dalam ”mengukir” peserta didik menjadi pandai,
cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Anies Baswedan menilai guru merupakan ujung tombak
masalah pendidikan Indonesia, sebab edukasi merupakan proses interaksi
antarmanusia. ”Jika kita memperhatikan kualitas, distribusi dan
kesejahteraan guru, saya rasa kita bisa menyelesaikan sebagian masalah
pendidikan di Indonesia,” kata Anies Baswedan.
Seorang guru yang baik adalah mereka yang memenuhi
persyaratan kemampuan profesional baik sebagai pendidik, pengajar maupun
pemimpin. Di sinilah letak pentingnya standar mutu profesional guru untuk
menjamin proses belajar mengajar dan hasil belajar yang bermutu.
Pendidikan yang berkarakter harus lebih ditekankan bukan
pendidikan yang berorientasi kepada nilai. Ada sebuah kata bijak mengatakan,
ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya
bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya,
karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun
berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat.
Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu,
penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan
kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater
pada anak didik.
Yang
tidak kalah penting adalah peran orang tua dirumah harus mampu menjadi teladan
yang baik bagi anaknya. Dan masalah infrastruktur yang saat ini belum mumpuni
dan materi pendidikan juga harus lebih diperhatikan pemerintah. Apabila semua
ini dapat terlaksana maka sistem pendidikan Indonesia dapat melahirkan
generasi-generasi yang unggul dan berakhlak mulia.[13]
Untuk mengatasi masalah-masalah,
seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain
seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
1. Solusi
sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan
dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan
dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang
ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab
neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung
jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
2. Solusi
teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung
dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas
guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis
dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem
pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan
untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi
solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran,
meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Atau lebih jelas lagi dapat kita
uraikan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
yaitu:
1. Meningkatkan
Anggaran Pendidikan
Pemerintah bertanggung jawab untuk
menanggung biaya pendidikan bagi warganya, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.
2. Manajemen
pengelolaan pendidikan
Manajemen
pendidikan yang baik harus memperhatikan profesionalisme dan kreatifitas
lembaga penyelenggara pendidikan
3. Bebaskan
sekolah dari suasana bisnis
Sekolah
bukan merupakan ladang bisnis bagi pejabat Dinas Pendidikan, kepala sekolah,
guru maupun perusahaan swasta. Tetapi sekolah merupakan tempat untuk
mencerdaskan bangsa.
4. Perbaikan
kurikulum
Penyusunan
kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala potensi alam, sumber daya manusia
maupun sarana dan prasarana yang ada.
5. Pendidikan
agama
Pendidikan
agama di sekolah bukan sebagai penyampaian dogma atau pengetahuan salah satu
agama tertentu pada siswa tetapi sebagai penginternasionalisasian nilai-nilai
kebaikan, kerendahan hati, cinta kasih dan sebagainya.
6. Pendidikan
yang melatih kesadaran kritis
Sikap
yang kritis dan toleran, akan merangsang tumbuhnya kepekaan sosial dan rasa
keadilan. Oleh karena itu diharapkan bisa mengatasi masalah sosial, budaya,
politik, dan ekonomi bangsa ini.
7. Pemberdayaan
guru
Guru
hendaknya lebih kreatif, inovatif, terampil, dan berani berinisiatif dalam
mengembangkan model-model pengajaran secara variatif.
8. Memperbaiki
kesejahteraan guru
Guru
merupakan faktor dominan dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu,
upaya perbaikan kesejahteraan guru perlu ditingkatkan. Sehingga guru tidak
hanya dituntut untuk meningkatkan wawasan maupun mutu mengajarnya serta
menghasilkan output yang baik.
9. Perluasan
dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
Adapun
strategi yang dapat dilakukan, yaitu pemantapan prioritas pendidikan dasar
sembilan tahun, pemberian beasiswa dengan sasaran yang strategis, pemberian
insentif kepada guru yang bertugas di wilayah terpencil, pemantapan sistem
pendidikan terpadu untuk anak yang memiliki kelainan, serta meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam menunjang pendidikan yang berkualitas.
Maka dengan adanya solusi-solusi
tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya,
sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber SDM tinggi.
Berkepribadian pancasila, bermartabat dan menjadi dambaan setiap manusia. Untuk
itu diperlukan pemahaman, penguasaan, kesadaran, dan semangat untuk berbuat
kebaikan secara berkesinambungan. Agar dapat memberikan sentuhan untuk menuju
insan terpuji sebagaimana yang diharapkan bangsa dan negara kita.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di
Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan
generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan
bermartabat.[14]
BAB
II
Penutup
A.
Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan
yang serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan,
tetapi juga dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu,
perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tinggi merupakan
kebijaksanaan yang penting dalam usaha pemerataan pendidikan.
2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam usaha
pengendalian laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan program
ini dapat ditingkatkan dengan mengakampanyekan program KB dengan sebaik-baiknya
hingga pelosok negeri ini.
3. Pelaksanaan program belajar dan mengajar dengan inovasi
baru perlu diterapkan. Hal ini dilakukan karena cara dan sistem pengajaran lama
tidak dapat diterapkan lagi.
4. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar
jika kerja sama antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis.
Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan terhadap
masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di dalam
dunia pendidikan.
5. Peningkatan mutu pendidikan akan dapat terlaksana jika
kemampuan dan profesionalisme pendidik dapat ditingkatkan.
B.
Saran
[1]Redja Mudyahardjo,Pengantar Pendidikan,(Jakarta: PT
RajaGrafino Persada,2012)hal.203-204
[2]Hasbullah,Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: Rajawali
Pers,2013).hal.252-254
[3]https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia
[4]Hasbullah,ibid,hal194-196
[5]Martimis Ymin dan Maisah,Oriestasi Baru Ilmu Pendidikan,(Jakarta-Ciputat:
Pustaka Referensi.2012)hal.115-116
[9]https://pramithasari27.wordpress.com/pendidikan/kualitas-pendidikan-di-indonesia/
[11]
https://pramithasari27.wordpress.com/pendidikan/kualitas-pendidikan-di-indonesia/
[12] http://www.kompasiana.com/yunitamn/penyebab-rendahnya-mutu-pendidikan-di-indonesia_54f99080a3331140548b496d
[13] http://pascasarjana-stiami.ac.id/2014/06/sistem-pendidikan-indonesia-antara-masalah-dan-solusi/
[14]
http://www.asraraspia.web.id/2014/03/beberapa-solusi-pendidikan-di-indonesia.html
Komentar
Posting Komentar