DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................
B.
Rumusan Masalah...........................................................................
C.
Tujuan..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Az zuhad...........................................................................................
B.
Qona’ah............................................................................................
C.
Sabar.................................................................................................
D.
Tawakal............................................................................................
E.
Al-Mujahadah..................................................................................
F.
Al-Ridha...........................................................................................
G.
Al-Syukr...........................................................................................
H.
Al-Ikhlas...........................................................................................
I.
Tawadhu...........................................................................................
J.
Taat...................................................................................................
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sifat
terpuji adalah sifat yang secara naluri telah dimiliki manusia, sifat ini dapat
membantu manusia dalam setiap masalah yang mereka hadapi, karena dengan sifat
inilah manusia dapat lebih mendekatkan dirinya kepada Rabbul Khalik yaitu Allah
Subhanahu Wataala.
Namun pada
masa ini, zaman yang katanya telah maju dengan teknologi dan komunikasinya,
banyak orang yang telah melalaikan sifat terpuji yang sesungguhnya telah ada
dalam dirinya lalu menggantikanya dengan sifat tamak dan rakus yang takan puas
dengan kenikmatan Allah yang telah berlimpah, Naudzubilahimindzalik.
Semoga
dengan lebih memahami dan mengetahui keuntungan sifat terpuji kita dapat
mengambil ibroh dan mengimplementasikanya kedalam kehidupan kita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang akan dikaji dan
dipelajari dalam makalah ini adalah “ apa dan bagaimanakah contoh dari Sifat
Terpuji dan maksudnya serta implementasinya didalam kehidupan ? ”
C. Tujuan
Mengetahui maksud dan manfaat memiliki sifat terpuji dalam menjalani kehidupan
di dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Az zuhad
Secara
umum dapat diartikan bahwa zuhad merupakan suatu sikap melepaskan diri diri
dari ketergantungan terhadap duniawi dengan mengutamakan kehidupan akherat.
Zuhad menurut terjemah bahasa jawa adalah bertapa di dunia, menurut istilah
syara’ adalah bersiap-siap di dalam hati untuk beribadah memenuhi kewajiban
yang luhur sebatas kemampuan menghindara dari dunia haram zahir dan batin
menuju kepada Allah dengan benar mengharap kepada Allah untuk memperoleh
surge-Nya yang luhur. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa zuhad berati
persediaan hati untuk melaksanakan ibadah dalam rangka memenuhi
kewajioban-kewajiban syariat meninggalkan dunia yang haram dan secara lahir
batin hanya mengharap ridha Allah SWT, demi memperoleh surga-Nya. Dijelaskan
bahwa zuhad bukan berate mengosongkan tangan dari harta, melainkan mengosongkan
hati dari ketergantungan harta.
Sementara
itu menurur Ibnu Taimiah, Zuhad itu ada dua macam, yaitu :
1.
Zuhad yang
sesuai dengan syariat adalh menggalkan apa saja yang tidak bermanfaat di
akherat.
2.
Zuhad yang
tidak sesuai dengan syariat adalah meninggalkan segala sesuatu yang dapat
menolong seorang hamba untuk taat beribadah kepada Allah
Pengertian
zuhad yang sejalan dengan syariat sebagaiman firman Allah dalam surah Qashah
ayat 77 yang artinya : dan carilah pda apa yng telah dianugerahkan Allah kepada
mu kebahagiaan) negeri akherat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi.
Adapun
tanda-tanda orang yang telah memiliki sikap zuhud adalah :
1.
Senantiasa
melakukan amal sholeh
2.
Jika
bertam,bah ilmunya, maka harus bertambah pula sifat zuhudnya
3.
Tidak
tergiur keduniawian, karena keduniawian merupakn tipu daya, godaan dan fitnah
4.
Sentiasa
berbuat untuk kepentingan akherat, karena Allah berjanji akan memberikan
kecukupan untuk kepentingan dunia dan agamanya
5.
Tidak merasa
tentram dan tenang jika ketika melihat segala yang wujud di dunia ini hatinya
tidak hadir di hadapan Allah
6.
Jika dipuji
oleh manusia, maka hatinya menjadi susah karena khawatir kalau-kalau amal
kebakikannya berubah menjadi riya’ dan haram.
Adapun keutamaan orang yang melekukan zuhud adalah :
1.
Pahala amal
ibadah yang dilakukan oleh seorang zahid dilipatgandakan oleh Allah
2.
Seorang
zahid akan memperoleh ilmu dan petunjuk langsung tanpa belajar.
Pada intinya, zuhud dalah bukan meninggalkan
keduniawian secara total, melainkan meninggalkan keduniawian yang tidak dapat
membawa manfaat di akherat.
B. Qona’ah
Menurut
K.H. Ahmad Rifa’I, qonaah adalah hatinya tenang memilih ridha Allah mengambil
keduniawian sekedar hajat yang diperkirakan dapat menolong untuk taat memenuhi
kewajiban (syariat) menjauhkan maksiat. Dalam menguraikan sifat qona’ah ini K.H
Ahmad Rifa’I mengaitkan dengan kefakiran (kemiskinan).
Keutamaan
orang fakir yang memiliki sifat qona’ah sebagai berikut :
1.
Orang fakir
yang memiliki sifat qona’ah derajatnya lebih tinggi dihadapan Allah
dibandingkan dengan orang kaya yang tidak memiliki sifat qona’ah.
2.
Orang fakir
yang memiliki sifat qona’ah, terlebih dahulu masuk surga dibanding orang kaya
yang tidak memiliki sifat qona’ah.
3.
Orang fakir
yang secara lahiriah sedikit melakukan amalan ibadah akan memperoleh pahala
yang besar daripada orang kaya yang secara lahiriah banyak melakukan amal
ibadah dan banyak bersedekah , karena orang fakir itu memiliki sifat qona’ah
aretinya telah ridha untuk berpaling dari kediniawian.
Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap
muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam
keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi
sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan
stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu berlapang
dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan,
karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada
harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak
berkecukupan bahkan mewah, namun hatinya penuh diliputi keserakahan dan
kesengsaraan, sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan
namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan
sebagian hartanya untuk kepentingan sosial.
C. Sabar
Menurut
bahasa menaggung kesulitan, menurut istilah berarti melaksanakan tiga
perkara yang pertama menggung kesulitan ibadah memenuhi kewajiban dengan penuh
ketaatan, yang kedua menenggung kesulitan taubat yang benar menjauhi perbuatan
maksiat zahir, dhohir batin sebatas kemampuan, yang ketiga menggungan kesulitan
hati ketika tertimpa musibah di dunia kosong dari keluhan yang tidak benar.
Dari definisi dapat dipahami bahwa sabar
merupakan kemampuan diri
dalam menghadapi berbagai macam kesulitan yang antara lain :
1.
Kemampuan
untuk menghadapi kesulitan dalam melaksakan ibadah dan menunaikan
kewajiban-kewajiban syariat dengan sungguh-sungguh.
2.
Kemampuan
untuk menjauhi perbuatan –perbuatan maksiat yang disertai dengan taubat baik
secara lahir maupun batin
3.
Kemempuan
untuk menghadapi kesulitan ketika tertimpa musibah tanpa berkeluh kesah.
Orang mukmin
yang sabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan sebagauman tersebutb
diatas akan memperoleh pahala yang tak terhingga dari sisi Allah SWT. Hal ini
sesuai dengan janji Allah dalam surah Az zumar 10 yang artinya : sesungguhnya
yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
D. Tawakal
Tawakal
bukan berarti hanya pasrah kepda Allah karena melakuakn ikhtiar dan
meninggalkan usaha mencari riski sekedarnya, melainkan sebatas kemampuan tidak
harus berusaha memerangi hawa nafsu lainnya yang mengajak kepada kerakusan
terhadap dunia karena hal ini (rakus terhadap dunia) menjadi pasukan hawa nafsu
sendiri juga menjadi fitnah yang sangat buruk
dan tidak hilang tawakal seseorang dan berusaha mencari obat untuk
menyembuhkan sakitnya juga wajib menolak maksiat mencari riski untuk menolong.
Intinya
tawakal berarti bukan hanya pasrah menunggu ketentuan Allah tanpa melakukan
ikhtiar serta meninggalkan usaha mencari riski secara total. Tetapi tawakal
adalah berserah diri kepada Allah yang disertai dengan ikhtiar dan usaha
mencari riski seperlunya untuk keperluan ibadah kepada Allah serta memerangi
hawa nafsu yang mengajak kepada kesesatan dan ketamakan terhadap keduniawian,
karena harta tersebut merupakan fitnah yang sangat buruk dan dapat membawa
kesengsaraan manusia. Oleh karena itu, seseorang yang tertimpoa musibah sakit,
maka ia tidak berdiam diri hanya menunggu ketentuan Allah melainkan harus
berusaha mencari obat terlebih dulu, baru kemudian sepenuhnya diserahkan kepada
keputusanAllah.
E. Al-Mujahadah
Mujahadah
menurut bahasa berarti bersungguh-sungguhterhadap suatu perbuatan yang dituju.
Sedankan menurut istilah berarti bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
perintah-perintah Allah dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya. Hal ini senada dengan ungkapan Al-Syarqowi, bahwa
pangkal setiap kemaksiatan, syahwat dan kelengahan adalah menuruti hawa nafsu.
Sedangkan pankal setiap ketaatan, kesadaran dan kehati-hatian adalah tidak
menurut hawa nafsu. mujahadah tidak
terbatas hanya memerangi musuh batiniyah (hawa nafsu), akan tetapi juga
mencakup bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh lahiriyah, yakni orang kafir
yang nyata-nyata hendak menhancurkan islam
F. Al-Ridha
Definisi
Ar-Ridha menurut K.H. Ahmad Rifa’I adalah sebaai berikut: Ridha menurut bahasa
adalah menerima kenyataan denan suka hati , adapun menurut istilah adalah
menerima segala pemberian Allah dengan menerima hukum Allah, yakni syari’at wajib dilak sanakan
denan ikhlas dan taat serta menjauhi kejahatan maksiat dan menerima terhadap
berbagai macam cobaan yang datang dari Allah dan yang ditentukan-Nya.
Dari unkapan diatas dapat dipahami bahwa
ridha berarti menerima dengan tulus seala pemberian Allah, hokum-Nya (syari’at
Islam), berbagai macam cobaan yang ditakdirkan-Nya, serta melaksanakan semua
perintah dan meningalkan semua larangan-Nya dengan penuh ketaatan dan
keikhlasan, baik secara lahir maupun batin.
Seorang mukmin harus ridha terhadap segala
sesuatu yang ditakdirkan Allah kepada hambanya karena segala sesuatu tersebut
merupakan pilihan yang paling utama yang diberikan Allah pada hambanya. Sehinga
tanda-tanda orang mukmin yang sah imannya diantaranya orang mukmin yang ridha
dalam menerima segala hukum Allah, perintah, larangan, dan janji-Nya. Hal ini
sejalan dengan Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Thabrani dan Ibnu Hihban
dari Annas;
“Barang siapa tidak ridha terhadap
ketentuan-ketentuan-Ku, tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, dan tiak sabar
terhadap cobaan-cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku, dan carilah
Tuhan selain Aku”.
G. Al-Syukr
K.H.
Ahmad Rifa’i: secara bahasa adalah senan hatinya, sedang menurut istilah adalah
mengetahui nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah yakni nikmat
iman dan taat yang maha luhur memuji Allah, Tuhan yang sebenarnya yang
memberikan sandang dan pangan kemudian nikmat yang diberikan oleh Allah itu
digunakan untuk berbakti kepada-Nya sekurang-kurangnya memenuhi kewajiban dan
meninggalkan maksiat secara lahir dan batin sebatas kemampuan.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa
inti syukr adalah mengetahui dan menghayati kenikmatan yang diberikan oleh
Allah Yang Maha Luhur. Oleh karena itu manusia wajib menghayati dan mensyukuri
nikmat Allah,maka akan ditambah nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepadanya,
sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7 yang artinya: “Dan
ingatlah tatkala Tuhanmu memberitahukan: sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu menginkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya siksa-Ku sangat pedih.”
Untuk
mensyukuri nikmat Allah ada tiga cara:
1.
Mengucapkan
pujian kepada Allah dengan ucapan Alhamdulillah.
2.
Segala
kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada hambanya harus dipergunakan untuk
berbakti (beribadah) kepada Allah.
3.
Menunaikan
perintah-perintah syara’ minimal ibadah wajib dan meninggalkan maksiat dengan
ikhlas lahir dan batin.
H. Al-Ikhlas
Menurut
K.H. Ahmad Rifa’I: Ikhlas menurut bahasa adalah bersih, sedangkan menurut
istilah adalah membersihkan hati agar ia menuju kepada Allah semata dalam
melaksanakan ibadah, hati tidak boleh menuju selain Allah.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa
ikhlas menunjukkan kesucian hati untuk menuju pada Allah semata. Dalam
beribadah hati tidak boleh menuju kepada selain Allah, karena Allah tidak akan
menerima ibadah seorang hamba kecuali dengan niat ikhlas karena Allah semata
dan perbuatan ibadah itu harus sah dan benar menurut syara’.
Ikhlas dalam beribadah ada dua macam,
apabila salah satunya atau kedua-duanya tidak dikerjakan, maka amal ibadah
tersebut tidak diterima oleh Allah. Rukun ikhlas dalam beribadah ada dua macam.
Pertama perbuatan hati harus dipusatkan menuju pada Allah semata denan penuh
ketaatan. Kedua, perbuatan lahiriyah harus benar sesuai denan pedoman fiqh. Sebagaimana dalam surat Al-Bayyinat ayat 5 yang artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyambah Allah dengan ikhlas
dalam (menjalankan) agama dengan lurus.”
Lebih
lanjut K.H. Ahmad Rifa’I menggolonkan sifat ikhlas menjadi 3 golongan:
1.
Ikhlas
‘awwam, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena didorong oleh
rasa takut menghadapi siksaan-Nya yang amat pedih, dan didorong pula oleh
adanya harapan untuk mendapatkan pahala dari-Nya.
2.
Ikhlas
khawwash, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena didorong
oleh adanya harapan ingin dekat dengan Allah dan kerana didorong oleh adanya
harapan untuk mendapatkan sesuatu dan kedekatannya kepada Allah.
3.
Ikhlas
khawwash al-khawwash, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah yang
semata-mata didorong oleh kesadaran yang mendalam untuk meng-Esa-kan Allah dan
meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang sebenarnya, serta batin menekalkan puji
syukur kepada Allah.
I. Tawadhu
Tawadhu
adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerima dari siapapun datangnya baik
ketika dalam keadaan suka maupun dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu
memendang dirimu berada diatas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang
menbutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur
(sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah
mendefinisikan sombong dengan sabdanya:“Kesombongan adalah menolak kebenaran
dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits
Abdullah bin Mas’ud z)
J. Taat
Beribadah
secara Lillahitaalla (ikhlas) selalu taat, merupakan salah satu cara untuk
mendekatkan diri dan sangat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Taat secara
bahasa adalah senantiasa tunduk dan patuh, baik terhadap Allah, Rasul maupun
ulil amri. Hal ini sudah tertuang didalam Qs An Nisa ayat 59 yang artinya“ Hai
orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul ( Sunahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “.
BAB III
KESIMPULAN
Az zuhad
Secara
umum dapat diartikan bahwa zuhad merupakan suatu sikap melepaskan diri diri
dari ketergantungan terhadap duniawi dengan mengutamakan kehidupan akherat
Qona’ah
Menurut
K.H. Ahmad Rifa’I, qonaah adalah hatinya tenang memilih ridha Allah mengambil
keduniawian sekedar hajat yang diperkirakan dapat menolong untuk taat memenuhi
kewajiban (syariat) menjauhkan maksiat
Sabar
Sabar merupakan
kemampuan diri
dalam menghadapi berbagai macam kesulitan
Tawakal
Tawakal berarti
bukan hanya pasrah menunggu ketentuan Allah tanpa melakukan ikhtiar serta
meninggalkan usaha mencari riski secara total.
Mujahadah
Mujahadah
menurut bahasa berarti bersungguh-sungguhterhadap suatu perbuatan yang dituju
Ar-Ridha
Definisi Ar-Ridha menurut K.H. Ahmad
Rifa’I adalah sebaai berikut: Ridha menurut bahasa adalah menerima kenyataan
denan suka hati , adapun menurut istilah adalah menerima segala pemberian Allah
dengan menerima hukum Allah
Al-Ikhlas
K.H. Ahmad
Rifa’i: secara bahasa adalah senan hatinya, sedang menurut istilah adalah
mengetahui nikmat-nikmat yang diberikan oleh Alla
Tawadhu
Tawadhu adalah ketundukan kepada
kebenaran dan menerima dari siapapun datangnya baik ketika dalam keadaan suka
maupun dalam keadaan marah
Taat Beribadah
secara Lillahitaalla (ikhlas) selalu taat, merupakan salah satu cara untuk
mendekatkan diri dan sangat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya
DAFTAR
PUSTAKA
Khoiri
Alwan, Tulus Mustofa, & Moh. Damami. 2005. Akhlak / Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
http://www.crayonpedia.org/mw/Perilaku_terpuji_%28tawadlu,_taat,_qana%E2%80%99ah,_dan_sabar%29_7.1
Komentar
Posting Komentar