Langsung ke konten utama

Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam. Harun Nasution, Islam Rasional.


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional, tetapi kemudian berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional berkem­bang pada Zaman Klasik Islam, sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada Zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana ting­ginya kedudukan akal seperti terdapat dalam AI-Quran dan hadits. Pertemuan Islam dan peradaban Yunani ini melahirkan pemikiran rasional di kalangan ulama Islam Zaman Klasik. Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang  sekular, maka dalam Islam Zaman Klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada para ulama dalam bidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber utama tersebut. Dengan demikian, dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains tidak ada yang bertentangan dengan AI-Quran dan hadits.[1]
Dalam pemikiran rasional agamis manusia punya kebebasan dan akal mempunyai kedudukan tinggi dalam memahami ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadits. Kebebasan akal hanya terikat pada ajaran-ajaran absolut kedua sumber utama Islam itu, yakni ajaran-ajaran yang disebut dalam istilah qath ‘iy al-wurud dan qath’iy al-dalalah. Maksud ayat Al-Qur’an dan hadits ditangkap sesuai dengan pendapat akal.[2]
Sedangkan pemikiran tradisional, peran akal tidak begitu menentukan dalam memahami ajaran Al Qur’an dan hadis. Pemikiran tradisional bukan saja terikat pada Al Qur’an dan hadits tetapi juga pada ajaran-ajaran hasil ijtihad Ulama Zaman Klasik yang jumlahnya sangat banyak. Karenanya, pemikiran tradisional sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan modern sebagai hasil dari filsafat, sains dan teknologi.[3]
Sejak abad kesembilan belas ini kembali tumbuh di Dunia Islam pemikiran rasional yang agamis dengan perhatian pada filsafat, sains, dan teknologi. Di abad kedua puluh perkembangan itu lebih maju lagi, lahir interpretasi rasional dan baru atas Al-Qur’an dan hadits. Pemikiran tradisional Islam segera mendapat tantangan dari pemikiran rasional agamis ini.[4]
Menyadari adanya ketertinggalan pembaharuan pemikiran, akibat pengaruh perkembangan pemikiran tradisional yang masih  kuat hingga abad ini, menghendaki lahirnya beberapa tokoh pembaharu yang fokus akan relevansi agamanya bagi dunia modern. Dan dalam iklim pembaharuan pemikiran yang masih lesu semacam itu, kehadiran tokoh seperti Harun Nasution yang dipandang sebagai tokoh pemikir Islam rasionalis di Indonesia.
Harun Nasution adalah seorang intelektual muslim yang sangat rasionalis, sehingga dengan faham rasionalnya itu ia berusaha bagaimana bisa membawa umat Islam di Indonesia ke arah rasionalitas, bagaimana agar di kalangan umat Islam  Indonesia itu tumbuh pengakuan  atas kapasitas manusia kadariah, tidak terlalu didominasi oleh paham Asyi’arisme yang sangat Jabariah ( terlalu menyerah pada takdir ), dan kurang menghargai kapasitas akal (rasio) untuk melakukan ikhtiar dalam perubahan nasib.[5]
Islam pernah berjaya pada masanya. Kejayaan tersebut diperoleh karena para ulama mengedepankan akal dalam membaca segala sesuatu tanpa mengesampingkan Al Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, sangat penting bagi umat Islam untuk mengkaji kembali mengenai gagasan-gagasan tokoh yang memandang Islam sebagai agama yang dinamis. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkaya khasanah pengetahuan para intelektual muslim dan untuk menjawab berbagai tantangan dalam dunia global yang telah dan akan dihadapi umat Islam.

B.     Rumusan Masalah
Pada makalah ini penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.      Siapakah Harun nasution?
2.      Apakah Islam rasional?
3.      Bagaimanakah Pendekatan Islam Rasional Harun Nasution?

C.    Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1.      Biografi singkat  Harun nasution.
2.      Mengetahui sekilas tentang  Islam rasional.
3.      Pendekatan Islam Rasional Harun Nasution.

















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Biografi Harun Nasution
Harun Nasution lahir Selasa, 23 September 1919 di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Putra dari Abdul Jabbar Ahmad, seorang pedagang asal Mandailing dan qadhi (penghulu) pada masa pemerintahan Belanda di Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. Ayah Harun juga seorang ulama yang menguasai kitab-kitab Jawi dan suka membaca kitab kuning berbahasa Melayu. Sedangkan, ibunya seorang boru Mandailing Tapanuli, Maimunah keturunan seorang ulama, pernah bermukim di Mekkah, dan mengikuti beberapa kegiatan di Masjidil Haram. Harun berasal dari keturunan yang taat beragama, keturunan orang terpandang, dan mempunyai strata ekonomi yang lumayan. Kondisi keluarganya yang seperti itu membuat Harun bisa lancar dalam melanjutkan cita-citanya mendalami ilmu pengetahuan.
Harun memulai pendidikannya di sekolah Belanda, Hollandsch Inlandche School (HIS) pada waktu berumur 7 tahun. Selama tujuh tahun, Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu. Dia berada dalam lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, Harun memulai pendidikan agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya.
Selama 7 tahun ia belajar di HIS dan tamat pada tahun 1934 ketika berumur 14 tahun. Pelajaran yang disenanginya adalah ilmu pengetahuan alam dan sejarah.
Harun melanjutkan pendidikan ke sekolah agama yang bersemangat modern (MIK). Setelah sekolah di MIK, ternyata sikap keberagamaan Harun mulai tampak berbeda dengan sikap keberagamaan yang selama ini dijalankan oleh orang tuanya, termasuk lingkungan kampungnya. Harun bersikap rasional sedang orang tua dan lingkungannya bersikap tradisional.
Di negeri gurun pasir itu, Harun tidak lama dan memohon pada orang tuanya agar mengizinkannya pindah studi ke Mesir. Di Mesir, dia mulai mendalami Islam pada Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, di Kairo.
Pada usia 24 tahun beliau rnenikahi gadis Mesir, Sayedah. Pada saat itu pula Harun telah menyelesaikan studinya di Universitas Amerika di Cairo yang berhasil mendapatkan gelar B. A (serjana muda).
Pada tahun 1953 ia kembali ke Indonesia dan bertugas di Departemen Luar Negri bagian Timur Tengah. Tugas diplomatnya berlanjut kembali sejak ia bekerja di kedutaan RI di Brussel mulai akhir Desember 1955. Pada tahun 1969 Harun Nasution kembali ke tanah air, dan melibatkan diri dalam bidang akademis dengan menjadi dosen IAIN dan IKIP Jakarta, dan pada Universitas Nasional. Kegiatan akademis dirangkapnya dengan jabatan Rektor pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 11 tahun dan tahun 1973-1984, menjadi ketua Lembaga Pendidikan Agama IKIP Jakarta, dan sejak tahun 1982-1997 menjabat sebagai Dekan fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.[6]
Banyak karya Harun yang menggambarkan pemikiranya tentang Islam, selain dalam bentuk buku juga dalam bentuk tulisan-tulisan dalam jurnal dan majalah-majalah, sebuah makalahnya yang komprehensif memuat pemikiranya tentang islam adalah ketika ia masih duduk di bangku kuliah McGill. Beberapa karyanya dalam bentuk Buku diantaranya adalah:
1.      Muhammad Abduh dan teologi rasional Mu’tazilah.
Ini merupakan Desertasinya di McGill university, Canada. Tasis akhir dari buku ini menyebutkan bahwa corak pemikiran teologi yang dikembangkan Abduh, sangat dipengaruhi oleh Teologi Mu’tazilah, Harun berpandangan pemikiran seperti ini harus dikembangkan di dunia Islam.
2.      Islam Rasional: Gagasan dan pemikiran Prof.Dr.Harun Nasution.
Buku ini merupakan hasil dari tulisan-tulisannya dalam berbagai kesempatan yang kemudian disusun menjadi sebuah buku, buku ini membahas tentang permasalahan social dipandang dari sudut Islam secara tidak langsung juga buku ini menjelaskan bahwa islam begitu respon dengan perkembangan zaman dan masyarakat kontentporer.
3.      Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.
Dalam buku ini Harun menjelaskan bahwa Islam itu begitu luwes serta mampu menjawab tantangan zaman dan Islam tidak hanya dapat di pahami dari satu aspek. sejarah Islam telah mencatat berbagai interpretasi dari berbagai zaman juga berbagai problem masyarakat.
4.      Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.
Buku ini membahas tentang pemikiran teologi yang pernah lahir dan berkembang dalam Islam juga penjelasan berbagai aspek Teologi menurut aliran-aliran tersebut.
5.      Filsafat dan Mistisme dalam Islam.
Sengaja buku ini diberi judul dengan Mistisme dalam Islam karena Harun ingin buku ini mendapat sambutan dari khalayak terhadap isinya pada dasarnya isi buku ini juga membahas tentang Tasauf dan kronologis lahirnya dalam Islam.[7]

B.     Sekilas tentang Islam Rasional
1.      Pengertian Islam Rasional
Islam rasional merupakan salah satu corak paham ke-islaman yang dianut sebagian kecil masyarakat muslim Indonesia, yaitu oleh mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi, atau oleh mereka yang mempelajari Islam pada perguruan tinggi di Barat. Keberadaannya sering dicurigai, karena dikhawatirkan akan membawa paham keislaman yang didasarkan kepada kemauan akal pikirannya semata, atau menafirkan ajaran al Qur’an dan al Sunah menurut kehendak hatinya.[8]
Secara global, Islam adalah ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW dengan tujuan memberikan petunjuk kepada manusia untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Sedangkan kata rasional, berasal dari bahasa Inggris, rational, yang berarti masuk akal, berakal.[9] Kata rasional selanjutnya dapat berarti pemikiran, pandangan, dan pendapat yang sejalan dengan pendapat akal. Sedangkan pengertian dari akal dapat berarti daya berpikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya dari jiwa serta mengandung arti berpikir, memahami dan mengerti.[10] Kata akal berasal dari bahasa Arab, yaitu aqala, yang berarti mengikat dan menahan. Pada zaman jahiliyah orang yang berakal (‘aqil) adalah orang-orang yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya, sehingga dapat mengambil tindakan yang bijaksana dalam menghadapi persoalan.[11]
Secara terminologis dapat dikatakan bahwa yang dimaksud rasional adalah sesuatu yang masuk akal. Rasional dapat juga berarti potensi rohaniah sehingga manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Isalam rasional adalah Islam yang dalam menjelaskan ajaran-ajarannya tidak hanya mengandalkan pendapat wahyu, tetapi juga mengikutsertakan akal pikiran. Islam rasional juga berarti Islam yang menghargai pendapat akal pikiran dan menggunakannya untuk memperkuat dalil-dalil ajaran agama. Dan juga berarti Islam yang menjelaskan hikmah filosofi dari suatu teks atau perintah atau larangan yang terdapat dalam wahyu. Misalnya Allah SWT memerintahkan shalat, maka akal digunakan untuk mencari hikmah yang terdapat dalam perintah shalat.[12]


2.      Ciri-ciri Islam rasional
Islam rasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Menggunakan akal pikiran dalam memperkuat argumen ajaran-ajaran agaa yang dimajukannya, tanpa meninggalkan wahyu.
b.      Selalu mencari hikmah yang dapat diterima akal dari suatu ajaran agama.
c.       Islam rasional selalu berpikir sistematik, radikal dan universal.
d.      Selalu bertanya dengan menggunakan pertanyaan mengapa.
e.       Pemikirannya sejalan dengan hukum-hukum Tuhan yang ada di alam.
f.       Mencari penyesuaian antara pendapat akal  dengan pendapat wahyu.
g.      Hasil pemikiran akal dianggap bukan sesuatu yang final, melainkan hanya sementara. Untuk itu pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
Mereka yang memiliki sifat-sifat demikian itu, dapat dikatakan sebagai Islam rasional.[13]

C.    Pendekatan Islam Rasional Harun Nasution
1.      Kodifikasi aliran teologi Islam.
Berbicara tentang teologi tentunya kita sedang berbicara minimal menyangkut empat hal diantaranya adalah ; kekuasaan, kehendak mutlak tuhan, keadilan tuhan, perbuatan tuhan dan yang terakhir adalah takdir dan sunnatullah.
Pembahasan-pembahasan yang pernah mengemuka dalam Islam, terutama pada awal-awalnya, lebih disebabkan oleh keadaan ketidak puasan sekelompok masyarakat muslim, terhadap proses tahkim atau albitrase, ekses dari keadaan inilah yang telah memaksa golongan tertentu untuk mengunakan logika dan pembenaran perbuatan, pandangannya dengan menggunakan alqur’an serta menghukum kelompok diluar mereka, perseteruan penjang ini telah melahirkan berbagai kelompok dan sekte-sekte dengan pemikiran dan pendangan-pandangan mereka yang khas. Diantara kelompok-kelompok itu adalah:
a.      Khawarij
Khawarij adalah kelompok pertama pada mulanya khawarij mempersoalkan tentang Imamah tetapi pada akhirnya tidak lagi mempersoalkan tentang Imamah akan tetapi mereka telah memasuki persoalan teologi dimana Khawarij mempertanyakan tentang siapakah yang disebut mukmin dan siapa pula yang disebut dengan kafir dan siapa pula yang masih dalam Islam dan tidak, karena menurut Khawarij orang yang melakukan dosa besar dapat dianggap kafir.
b.      Murji’ah
Kelompok ini kembali menegaskan bahwa manusia yang berbuat dosa besar tetap diakui sebagai mukmin bukan kafir, menyangkut dosa yang ia lakukan mereka beranggapan itu adalah hak Tuhan untuk mengampuni atau tidak.
c.       Mu’tazilah
Ini adalah golongan yang sangat luar biasa diyaman, mu’tazilah menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar bukan Islam dan juga bukan kafir tetapi orang-orang tersebut berada diantara mukmin dan kafir sehingga mereka berpendapat bahwa diakhirat akan ada tempat diantara syurga dan nereka untuk pelaku dosa besar populernya tempat tersebut dianamakan al manzila bain al manzilatain.
d.      Qadariah
Kelompokqadaria mengatakan bahwa tiap manusia bebas bertindak menurut mereka sendiri tidak ada campur tangan Tuhan sehingga dalam bahasa Ingris dikenal dengan istilah, Free will dan free act. Ini merupakan konsep manusia menurut golongan Qadariah.
e.       Jabariah
Jabariah memiliki ideology bahwa, manusia tidak memiliki hak dan kemampuan sebagaimana yang dikemukakan oleh Qadariah, akan tetapi menurut Jabariah bahwa segala tindakan dan prilaku manusia adalah paksaan dari Tuhan.[14]

2.      Teologi Islam dan Upaya Peningkatan Produktivitas
Dalam agama terdapat dua ajaran yang erat kaitannya dengan produktivitas. Pertama, agama mengajarkan bahwa sesudah hidup pertama di dunia yang bersifat material ini, ada hidup kedua nanti di akhirat yang bersifat spiritual. Bagaimana ajaran ini terhadap produktivitas dari penganut agama bersangkutan sangat bergantung dari kedua corak hidup tersebut. Apabila kehidupan duniawi dipandang penting, maka produktivitas akan meningkat. Tetapi, sebaliknya, kalau hidup akhirat yang diutamakan, produktivitas akan menurun.
Kedua, agama memiliki ajaran mengenai nasib dan perbuatan manusia. Kalau nasib manusia telah ditentukan Tuhan sejak semula, dalam arti bahwa perbuatam manusia adalah ciptaan Tuhan. Maka produktivitas masyarakat yang menganut paham keagamaan seperti demikian akan sangat rendah sekali. Tetapi dalam masyarkat yang menganut paham bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya, produktivitas akan tinggi. Paham pertama dikenal dengan filsafat fatalisme (Jabariyah) dan paham kedua disebut Qodariyah atau kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan.
Di dalam Al-Qur’an dan hadis, hidup di dunia yang bersifat material dan hidup di akhirat yang bersifat spiritual sama pentingnya.
Carilah apa yang dianugerahkan Allah bagimu di akhirat dan jangan lupakan bagianmu di dunia.(QS Al Qashas:77)
   
Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka
Sebuah hadis menyatakan bahwa berbuatlah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok hari.
Al-Qur’an sendiri mengandung ajaran-ajaran yang dapat melahirkan baik filsafat fatalism (Jabariyah) maupun Qodariyyah. Yang dapat membawa orang pada faham fatalisme dapat ditemukan misalnya pada ayat-ayat berikut:
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. (QS Al Hadid:22).
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar (QS Al Anfal: 17)
Sementara itu yang dapat membawa orang pada paham Qodariyah, dapat dilihat misal dalam ayat berikut: Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir" (QS Al Kahfi:29).

3.      Islam Rasional Harun Nasution
Apa yang menjadi dasar atau latar belakang bagi Harun Nasution, tentang pentingnya perubahan konsep teologi yang dianut dan difahami oleh masyarakat Indonesia saat ini, apakah konsep teologi yang umumnya diyakini oleh sebagian besar umat Islam Indonesia tidak relevan lagi.
Dari beberapa karya Harun Nasution tentang pentingnya perubahan pemahaman teologi umat Islam Indonesia adalah dikarenakan konsep teologi yang umumnya difahami oleh masyarakat Indonesia telah menyebabkan masyarakat Indonesia lemah dan malas dalam produktifitas, ini dikarenakan pemahaman tentag konsep kekuasaan tuhan yang absolut yang merupakan ajaran teologi asya’ariyah, dengan alasan ini Harun Nasution mencoba mengubah pemahaman ini dengan pendekatan teologi yang dikembangkan oleh golongan mu’tazilah, dimana menurut golongan mu’tazilah bahwa manusia mempunyai kekuasan dan kemampuan untuk memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya dengan menggunakan kemampuan fikir dan olah budi dengan alasan ini, diharapkan manusia Indonesia tidak berpangku tangan menerima nasib namun mencoba merubah nasib itu dengan usaha sungguh-sungguh, sebab manusia bisa berhasil dengan kemampuannya yaitu kemampuan untuk berpikir dan berkarya.
Harun Nasution adalah sosok seorang intelektual muslim yang terkenal sangat rasionalis. Hal itu tercermin dalam pandangan-pandangannya, seperti; bagaimana membawa umat Islam khususnya di Indonesia kearahrasionalitas, dan bagaimana agar di kalangan umat Islam Indonesia itu tumbuh kapasitas pengakuan terhadap manusiaqadariyah.[15] Harun sering menyatakan bahwa salah satu sebab kemunduran umat Islam Indonesia adalah akibat dominasi Asy'arisme yang sangat bersifat Jabariah (terlalu menyerah pada takdir). Dua pertanyaan tersebut cukup menjadi alasan tentang pandangan–pandangan rasional Harun Nasution. Faham rasional ini terlihat dalam beberapa tulisan Harun yang menyatakan, bahwa dinamika di kalangan umat Islam itu harus dihidupkan  kembali dengan cara menjauhkan diri dari faham zuhud, yaitu faham yang meninggalkan hidup duniawi dan mementingkan hidup rohani yang banyak terdapat dalam aliran tarekat sufi yang mengalihkan perhatian umat Islam dari kehidupan duniawi kepada kehidupan alam gaib. Kecuali itu umat Islam harus pula menjauhkan diri dari faham tawakkal dan faham jabariyah, mengembalikannya  ke teologi yang mengandung paham dinamika dan kepercayaan kepadarasio dalam batas yang ditentukan oleh wahyu, serta harus dirangsang untuk berfikir dan banyak berusaha.[16] Harun menambahkan, bahwa teologi kehendak mutlak Tuhan dengan pemikiran tradisional, non filosofis dan non ilmiah, telah begitu besar mempengaruhi terhadap umat Islam Indonesia sejak semula. Banyak umat Islam Indonesia yang sangat percaya bahwa, nasib secara mutlak itu terletak ditangan Tuhan, manusia tidak berdaya dan hanya menyerah kepadaqadha dan qadar Tuhan. Karena berkembangnya teologi kehendak mutlak Tuhan ini, banyak umat Islam yang ragu-ragu dan kurang percaya akan adanya sunatullah, maka usaha manusiapun tak banyak artinya, usahapun hanya sedikit dijalankan dan do’a yang diperbanyak. Yang pasti sikap serupa ini tidak banyak menolong bagi meningkatnya produktifitas.[17]
Harun Nasution mengusung gagasan Islam rasional yang menitik beratkan  apa yang dimaksud dengan wahyu dan iman manusia. Wahyu adalah tanda keadilan Tuhan, kebaikan dan kewajiban manusia, maka dari sudut manusia iman adalah tanggapan manusia mengenai wahyu Tuhan. Karena itu, wahyu dan iman merupakan dua entitas yang saling menanggapi. Wahyu Tuhan baru benar-benar mempunyai arti jika ditanggapi oleh iman manusia.[18] Sementara itu, dalam mengembangkan paham rasionalnya, Harun Nasution menunjukkan bahwa al Qur’an sangat menghargai akal pikiran. Kemunduran umat Islam di Indonesia antara lain disebabkan karena paham taklid, yakni mengikuti pendapat orang lain secara pasif. Paham ini yang menyebabkan umat Islam statis, tidak kritis, dan kurang menghargai ilmu pengetahuan.[19] Untuk itu, dalam berbagai tulisannya Harun selalu menghubungkan akal dengan wahyu, dan lebih tajam lagi melihat fungsi akal itu dalam pandangan Alquran yang demikian penting dan bebas.
BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
Dari kesadaran para ulama maka lahirlah pembaharuan dalam Islam. Para pemikir pembaharuan dalam Islam mempunyai keinginan untuk mengejar ketertinggalan umat Islam dengan menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis zaman Islam klasik yaitu dengan perhatian yang besar pada filsafat, sains, tehnologi. Dan pada abad ke- 20 M perkembangan itu lebih maju lagi, sehingga melahirkan interpretasi rasional dan baru atas Al-qur’an dan Al-hadits.
Harun Nasution mengatakan bahwa dalam pemikiran rasional agamis mempunyai kebebasan dan akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam memahami Al-qur’an dan Al-hadits. Kebebasan akal dalam hal ini hanya terikat pada ajaran-ajaran absolut kedua sumber utama Islam itu yakni al Qur’an dan hadits. Pemikiran rasional agamis di sini di maksudkan adalah suatu usaha pemahaman ayat dan hadits sedemikian mungkin sehingga sesuai dengan pendapat akal dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran absolut tersebut di atas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemikiran rasional agamis adalah pemikiran yang didasarkan akal manusia dengan syarat tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Al-hadits sehingga dapat diharapkan terciptanya Islam rasional.









DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Muhammad. 2008. Teologi Rasional (Studi analisis terhadap Pemikiran Teologi Harun Nasution),Cet.I. Banda aceh.Ar-Raniry Press
Dewan Redaksi. 2001. Ensiklopedi Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1979. Kamus Inggris Indonesia. cet. VIII.  Jakarta: Gramedia.
Muzani, Saiful. 1996. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof Harun Nasution. Bandung: Mizan
Nasution, Harun. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Islam Mu’tazilah.Jakarta : Universitas Indonesia
Nata, Abudin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ridwan, Kafrawi, dkk. 1999. Ensiklopedi Islam. cet. IX. Jakarta: Gramedia.
Taufik, Ahmad dkk. 2005. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada




[1] Saiful Muzani. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof Harun Nasution.. (Bandung: Mizan. 1996). Hlm. 7
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Sholeh Ahmad. 2010. Ajaran Dasar dan Non Dasar, Faham Rasional dan Pendidikan Harun Nasution. Diakses 1 Juni 2011.
[6] Ahmad Taufik dkk. 2005. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada). Hlm. 161-162
[7] Muhammad Arifin. 2008. Teologi Rasional (Studi analisis terhadap Pemikiran Teologi Harun Nasution),Cet.I.(Banda aceh.Ar-Raniry Press). Hal.20-21.
[8] Abudin Nata. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia.(Jakarta: Raja Grafindo Persada) hlm. 59
[9] John M. Echols dan Hassan Shadily. 1979. Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: Gramedia) cet. VIII. Hlm. 466
[10] Kafrawi Ridwan, dkk. 1999. Ensiklopedi Islam. (Jakarta: Gramedia) cet. IX. hlm. 98
[11] Ibid,. hlm. 98
[12] Abudin Nata. Op. Cit. hlm. 62
[13] Ibid., hlm. 62-63
[14]Saiful Muzani. Islam Rasional,. Hlm 111-121
[15] Dewan Redaksi. 2001. Ensiklopedi Islam. (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve) Cet. Ke-9. Hlm. 20
[16] Harun Nasution. 1992. Pembaharuan Dalam Islam-Sejarah Pemikran dan Gerakan. (Jakarta : Bulan Bintang). Cet. Ke 9. Hlm. 201
[17] Saiful Muzani, Islam Rasional, Op.Cit., hlm.120.
[18] Ahmad Taufik dkk. Op. Cit. Hlm.xv
[19] Abudin Nata. Op. Cit. hlm. 75

Komentar

Postingan populer dari blog ini

hakikat ilmu

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar belakang Manusia adalah makhluk yang dikaruniai keutamaan oleh Allah swt dibandingkan makhluk ciptaannya yang lain. Keutamaan manusia terletak pada kemampuan akal pikirannya / kecerdasannya. Dengan kemampuannya ini manusia mampu mengembangkan diri dalam kehidupan yang semakin berkembang. Pengembangan diri untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan memerlukan apa yang kita sebut dengan pendidikan. Pendidikan sudah ada sejak adanya peradaban yang diawali dengan proses kependidikan dalam lingkup yang masih terbatas. Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad Saw demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Illahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Pada makalah ini kami akan membahas hakikat ilmu menurut Al-qua’an dan Hadits yang berkenaan dengan hakikat ilmu. B.      Rumusan Masalah Sehubung dengan luas

psikologi belajar teori-teori dalam belajar

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR     “Teori-teori dalam Belajar” Dosen Pengampu  : Muslimah S.Pd.I M.Pd.I   \ Disusun Oleh Kelompok IV 1.         M Zacky Devitson                 15.11.1957 2.         Lukluk Hidayah                    15.11.1953 3.         Edo Gustanto Putra               15.11.1925  Semester / Jurusan  : IV  PAI A SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)  AN-NADWAH KUALA TUNGKAL TAHUN AKADEMIK 2017 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi nikmat terbesar pada kita, yaitu nikmat iman dan islam. Shalawat serta salam kita curahkan untuk Nabi kita Muhammad SAW yang telah menebarkan dan mendakwahkan islam ini kesegenap penjuru dunia , dan dari alam yang gelap gulita sampailah kepada alam yang terang benerang seperti yang kita rasakan saat ini. Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan inayah-Nya. Makalah ini disusun un

administrasi sarana dan perasarana dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Administrasi sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan, sebagai seorang personal pendidikan kita dituntut untuk menguasi dan memahami administrasi sarana dan prasarana, untuk meningkatkan daya kerja yang efektif dan efisien serta mampu menghargai etika kerja sesama personal pendidikan, sehingga akan tercipta keserasian, kenyamanan yang dapat menimbulkan kebanggaan dan rasa memiliki baik dari warga sekolah maupun warga masyarakat sekitarnya. Lingkungan pendidikan akan bersifat positif atau negatif itu tergantung pada pemeliharaan administrasi sarana dan prasarana itu sendiri. Terbatasnya pengetahuan dari personal tata usaha sekolah akan administrasi sarana dan prasarana pendidikan, serta kurangnya minat dari mereka untuk mengetahui dan memahaminya dengan sungguh sungguh, maka dari itu kami menyusun makalah ini. B.        Rumusan Masalah 1.         Apa Penger